Penjelasan Nama Allah Ar-Rabb(Bag. 1)
Penjelasan Nama Allah “الربّ”
Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,
Makna “الربّ”
Makna bahasa “الربّ”
Kata “الربّ” dalam bahasa Arab merupakan sifat musyabbahah [1] dengan wazan فَعْلٌ , atau mashdar, sedangkan kata kerjanya adalah
ربَّ يربُّ ربوبية atau ربَّى يربِّي تربية
Jika dibawakan pada ربَّ يربُّ ربوبية , maka maknanya ada dua, yaitu “memiliki” (ملك) atau “men-tarbiyyah” (ربَّى). Dan yang paling kuat adalah makna men-tarbiyyah/memelihara (ربَّى). Dengan demikian, رَبٌّ maknanya adalah مُرَبٍّ. Karena maksud “Ar-Rabb” sebagai nama Allah adalah Yang mengatur makhluk dan mengurus urusannya serta menyampaikannya kepada kesempurnaannya. [2]
Ar-Raghib rahimahullah berkata dalam Al-Mufradat (hal. 184),
الربُّ في الأصلِ التربيةُ، وهو إنشاءُ الشَّيءِ حالًا فحالًا إلى حدِّ التَّمامِ
“Ar-Rabb aslinya adalah (dari mashdar) at-tarbiyyah, yaitu menyusun sesuatu dari satu keadaan kepada keadaan yang lainnya sampai sempurna.”
Ahli tafsir lainnya menjelaskan bahwa tarbiyyah adalah,
التَّرْبِيَةُ تَبْلِيغُ الشَّيْءِ إلى كَمالِهِ تَدْرِيجًا
“Menyampaikan sesuatu kepada kesempurnaan secara bertahap.” [3]
Dengan demikian, “Rabb” secara bahasa adalah yang men-tarbiyyah (memelihara) sesuatu dari satu keadaan kepada keadaan lainnya sampai sempurna.
Makna “الربّ” sebagai nama Allah Ta’ala
Dalam mendefinisikan “الربّ” sebagai nama Allah, di antara ulama ada yang mendefinisikan dengan tiga atau empat makna, sedangkan makna-makna yang lainnya kembali kepadanya.
Misalnya, Ibnul Anbari, Az-Zujjaaji, Al-Khaththabi, Al-Qurthubi, dan Abu Ja’far Ath-Thabari rahimahumullah termasuk para ulama yang mencukupkan definisinya dengan tiga makna. Sedangkan sebagian ulama lainnya, seperti Ibnul Atsir rahimahullah mencukupkan definisinya dengan empat makna.
Syekh Abdur Razzaq hafizhahullah berkata,
الرب: ذو الربوبية على خلقه اجمعين خلقا وملكا وتصرفا وتدبيرا
“Ar-Rabb adalah Yang memiliki rububiyyah atas seluruh makhluk-Nya, dengan menciptakannya, memilikinya, berbuat atasnya (sesuai kehendak-Nya) serta mengaturnya.” [4]
Syekh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata,
الرب، هو المربي جميع العالمين -وهم من سوى الله- بخلقه إياهم، وإعداده لهم الآلات، وإنعامه عليهم بالنعم العظيمة، التي لو فقدوها، لم يمكن لهم البقاء
“Ar-Rabb adalah Yang mentarbiyyah (memelihara) seluruh alam semesta (makhluk) dengan menciptakan mereka, mempersiapkan berbagai sarana untuk mereka, memberi nikmat kepada mereka dengan nikmat yang besar, yang seandainya mereka tidak mendapatkannya, maka mereka tidak mungkin bisa hidup.” [5]
Syekh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahumullah berkata,
الرب هو من اجتمع فيه ثلاثة أوصاف: الخلق، والملك، والتدبير؛ فهو الخالق، المالك لكل شيء، المدبر لجميع الأمور
“Ar-Rabb adalah Yang terkumpul tiga sifat padanya: penciptaan, kepemilikan, dan pengaturan. Jadi, Ar-Rabb adalah Yang Mahamenciptakan, Yang Mahamemiliki segala sesuatu, dan Yang Mengatur segala urusan.” [6]
Semua definisi ini tidaklah saling bertentangan, karena “الربّ” adalah nama Allah yang menunjukkan kepada sejumlah makna, bukan hanya satu makna. Bahkan jika disebutkan nama “الربّ” sendirian, hal itu menunjukkan kepada seluruh nama Allah dan sifat-Nya yang lainnya, seperti yang akan datang penjelasannya, insyaAllah.
Baca Juga: Mengenal Nama Allah “Ash-Shamad”
Sifat Allah yang terkandung dalam nama “الربّ”
Dalam nama “الربّ” terkandung sifat rububiyyah. Apakah sifat rububiyyah ini termasuk sifat dzatiyyah (sifat yang senantiasa Allah bersifat dengannya) atau sifat fi’liyyah (sifat yang terkait dengan kehendak Allah) ?
Jawabannya adalah karena nama “الربّ” menunjukkan kepada seluruh nama Allah dan sifat-Nya yang lainnya, maka sifat rububiyyah, ditinjau dari sisi mengandung makna tarbiyyah (yaitu penciptaan, pengaturan, pemberian nikmat, dan semisalnya), maka sifat rububiyyah merupakan sifat fi’liyyah.
Sedangkan jika ditinjau dari sisi bahwa sifat rububiyyah mengandung makna memiliki, menguasai, lagi ditaati (kandungan makna sayyid ), dan semisalnya, maka sifat rububiyyah merupakan sifat dzatiyyah. [7]
Nama “الربّ” dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
Nama “الربّ” sangat banyak terdapat dalam Al-Qur’an Al-Karim, baik disebutkan sendirian maupun disandarkan kepada selain-Nya. Yang disebutkan sendirian sejumlah 151 kali, sedangkan yang disebutkan dengan disandarkan sejumlah lebih dari 130 kali. Di antaranya firman Allah Ta’ala,
لَقَدْ كَانَ لِسَبَاٍ فِيْ مَسْكَنِهِمْ اٰيَةٌ ۚجَنَّتٰنِ عَنْ يَّمِيْنٍ وَّشِمَالٍ ەۗ كُلُوْا مِنْ رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوْا لَهٗ ۗبَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَّرَبٌّ غَفُوْرٌ
“Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), ‘Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.’” (QS. Saba’: 15)
سَلٰمٌۗ قَوْلًا مِّنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ
“(Kepada mereka dikatakan), ‘Salam’; sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” (QS. Yasin: 58)
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
“Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS. Al-Fatihah: 2)
اِذْ قَالَ لَهٗ رَبُّهٗٓ اَسْلِمْۙ قَالَ اَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
“(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim), ‘Berserahdirilah!’ Dia menjawab, ‘Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.’” (QS. Al-Baqarah: 131)
قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.`” (QS. Al-An’am: 162)
قُلْ اَغَيْرَ اللّٰهِ اَبْغِيْ رَبًّا وَّهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍۗ وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ اِلَّا عَلَيْهَاۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰىۚ ثُمَّ اِلٰى رَبِّكُمْ مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Apakah (patut) aku mencari tuhan selain Allah, padahal Dialah Tuhan bagi segala sesuatu. Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali. Dan akan diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan.’” (QS. Al-An’am: 164)
اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِۗ يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهٗ حَثِيْثًاۙ وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمَ مُسَخَّرٰتٍۢ بِاَمْرِهٖٓ ۙاَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْاَمْرُۗ تَبٰرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ
“Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan, dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS. Al-A’raf: 54)
لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ يُحْيٖ وَيُمِيْتُ ۗرَبُّكُمْ وَرَبُّ اٰبَاۤىِٕكُمُ الْاَوَّلِيْنَ
“Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Dia yang menghidupkan dan mematikan. (Dialah) Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu dahulu.” (QS. Ad-Dukhan: 8)
رَبُّ الْمَشْرِقَيْنِ وَرَبُّ الْمَغْرِبَيْنِ
“Tuhan (yang memelihara) dua timur dan Tuhan (yang memelihara) dua barat.” (QS. Ar-Rahman: 17)
وَمَا تَشَاۤءُوْنَ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan seluruh alam.“ (QS. At-Takwir: 29)
Dari hadis Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
فأمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فيه الرَّبَّ عزَّ وجلَّ
“Adapun pada saat ruku’, maka agungkanlah Ar-Rabb ‘Azza wa Jalla.” (HR. Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أقربُ ما يكونُ الربُّ من العبدِ في جوفِ الليلِ الآخرِ فإِنِ استطعْتَ أن تكونَ ممن يذكرُ اللهَ في تلْكَ الساعَةِ فكُنْ
“Paling dekatnya Ar-Rabb dengan hamba adalah pada tengah malam terakhir. Jika Engkau mampu menjadi orang yang berzikir kepada Allah di saat itu, maka jadilah orang tersebut!” (HR. At-Tirmidzi, sahih)
Baca Juga: Mengenal Nama Allah “Al-Awwal”, “Al-Akhir”, “Azh-Zhahir” dan “Al-Bathin”
Kekhususan nama “الربّ”
Di antara kekhususan nama “الربّ” adalah:
“الربّ” adalah nama Allah yang menunjukkan kepada sejumlah makna, bukan hanya satu makna. Bahkan jika disebutkan nama “الربّ” sendirian, maka menunjukkan kepada seluruh nama Allah dan sifat-Nya yang lainnya.
Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan tentang hal ini [8]:
إن الرب هو القادر ، الخالق ، البارئ ، المصور ، الحي القيوم ، العليم ، السميع البصير ، المحسن ، المنعم الجواد ، المعطي المانع ، الضار النافع ، المقدم المؤخر الذي يضل من يشاء ويهدي من يشاء ، ويسعد من يشاء ويشقي من يشاء ، ويعز من يشاء ويذل من يشاء
~ إلى غير ذلك من معاني ربوبيته ، التي له منها ما يستحقه من الأسماء الحسنى
“Sesungguhnya Ar-Rabb adalah Al-Qodiir (Yang Mahakuasa), Al-Khaliq (Yang Mahamenciptakan), Al-Bari’ (Yang Mahamengadakan), Al-Mushawwir (Yang Membentuk rupa), Al-Hayyu (Yang Mahahidup), Al-Qoyyuum (Yang Mahamandiri dan mengurus segala sesuatu), Al-‘Aliim (Yang Mahamengetahui), As-Samii’ (Yang Mahamendengar), Al-Bashiir (Yang Mahamelihat), Al-Muhsin (Yang Mahaberbuat Baik), Al-Mun’im (Yang Mahamemberi nikmat), Al-Jawwaad (Yang Mahadermawan), Al-Mu’thi (Yang Mahamemberi), Al-Maani’ (Yang Mahamencegah), Adh-Dhaar (Yang Mahamenimpakan mudharat), An-Nafi’ (Yang Memberi manfaat), Al-Muqoddim (Yang Mahamendahulukan) lagi Al-Muakhkhir (Yang Mahamengakhirkan), Yang menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya, memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya, membahagiakan siapa yang dikehendaki-Nya, menyengsarakan siapa yang dikehendaki-Nya, memuliakan siapa yang dikehendaki-Nya, menghinakan siapa yang dikehendaki-Nya, dan selainnya dari makna-makna rububiyyah-Nya, yang hanya milik Ar-Rabblah dari seluruh nama-nama terindah yang berhak dimiliki-Nya.”
Jika nama “الربّ” disebutkan tanpa disandarkan kepada kata yang lainnya, maka hanya untuk Allah semata
Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya berkata,
ولا يُستعملُ الربُّ لغيرِ اللهِ، بل بالإضافةِ، تقولُ: رَبُّ الدارِ، رَبُّ كذا، وأما الربُّ فلا يُقال إلا للهِ عز وجل
Kata “الربّ” tidaklah digunakan untuk selain Allah. Namun (jika harus digunakan untuk selain Allah), maka dengan disandarkan kepada kata lainnya. Contoh: rabbud daar (pemilik rumah), rabbu kadza (pemilik sesuatu). Adapun jika disebut “الربّ” saja, maka tidak disebutkan, kecuali untuk Allah “Azza wa Jalla semata.”
Ibnul Atsiir rahimahullah berkata,
ولا يُطلقُ غيرَ مضافٍ إلا على اللهِ تعالى، وإذا أُطْلِقَ على غيرِهِ أُضيفَ، فيقال: رَبُّ كذا
“Tidaklah (الربّ) disebutkan tanpa disandarkan ke kata lain, kecuali untuk Allah Ta’ala. Dan jika disebutkan untuk selain-Nya, maka harus disandarkan, sehingga disebut: rabbu kadza (pemilik sesuatu).” (An-Nihayah, 1: 179) [9]
Al-Baghawi rahimahullah berkata,
وَلَا يُقَالُ لِلْمَخْلُوقِ هُوَ الرَّبُّ مُعَرَّفًا إِنَّمَا يُقَالُ رَبُّ كَذَا مُضَافًا، لِأَنَّ الْأَلِفَ وَاللَّامَ لِلتَّعْمِيمِ وَهُوَ لَا يَمْلِكُ الْكُلَّ
Kata “الربّ” tidaklah digunakan untuk makhluk, yaitu kata “الربّ” yang beralif lam ta’rif. Hanya saja, jika penyebutan untuk makhluk, maka disebutkan rabbu kadza (pemilik sesuatu), dengan disandarkan kepada kata lainnya. Karena alif lam itu menunjukkan makna umum, sedangkan makhluk tidaklah memiliki semua makna “الربّ”.
Sebagai kesimpulan, tidaklah disebut “الربّ” dengan beralif lam (tidak disandarkan kepada kata lain), kecuali untuk Allah Ta’ala saja.
[Bersambung]
Baca Juga:
***
Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel asli: https://muslim.or.id/74830-penjelasan-nama-allah-ar-rabb-bag-1.html